Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sendal Jepit Penyelamat Negeri Antah Barantah

Malam itu bumi tiba-tiba saja bergemuruh, seakan ada gempa yang siap menenggelamkan gedung-gedung kerajaan Antah Barantah. Negeri yang makmur dan jaya akan pangan, bergetar hebat. Pohon-pohon tumbang, semua penghuni rumah di sekitaran kerajaan, berhamburan keluar. Termasuk Siti, wanita berambut panjang terurai itu berlari dan bersembunyi di balik rindangnya rumput ilalang.

Penduduk bumi kerajaan Antah Barantah awalnya mengira, mungkin ini gempa. Tapi tidak disangka, segerombolan raksaksa datang dari arah belakang gedung kerajaan. Benar saja apa yang sudah diduga oleh Siti, Raksaksa yang dulu sempat mencekramnya, kini kembali lagi.

Memori ingatan Siti pun tanpa sengaja terputar kemasa lalu. Di mana, ia bersama dua sahabatnya telah berhasil mengusir 50 Raksaksa yang mengerusak negeri Antah Barantah tercinta. Tepatnya pada 15 tahun yang lalu, ketika ia masih berusia 10 tahun.

Luka yang begitu membekas, kini menganga kembali. Ketika 2 orang sahabatnya harus berpisah dengan Siti, ketika Putra Ratu harus kehilangan kedua orangtuanya Ratu dan Raja Antah Barantah yang bijaksana. Di mana Ratu dan Raja Antah Barantah tewas di tangan raksaksa, sedangkan dua sahabat Siti yang bernama Sari dan Yani harus terpisah setelah ritual Sendal kebaikan dilakukan. Jika mereka tidak terpisah, suatu saat ketika Raksaksa itu datang, akan lebih mudah menemukan mereka berlima, termasuk Putra Ratu yang tidak diperbolehkan untuk berteman dengan Siti.

Dalam perjanjian itu, yang tertuang pula di dalam buku kuno yang dipegang oleh Raja, mengatakan bahwa perjanjian ini harus diperbaharui setiap 15 tahun sekali.

15 tahun yang silam, keluarga kerajaan dan rakyat Antah Barantah harus menerima kepiluan yang tiada tara. Kejahatan seakan membabi buta, hewan-hewan buas tiba-tiba menjadi garang, macan-macan hutan memunculkan taringnya dan menyerang warga, raksaksa datang tiba-tiba dan menghancurkan seluruh negeri.

Keadaan negeri ini kacau-balau, kebengisan raksaksa yang menjadi, datang menuju singga-sanah kerajaan. Hal ini diketahui oleh sang Raja, dan tiba-tiba menunjukkan sebuah buku kepada Ratunya, berbincang-bincang tentang alasan kekacauan yang terjadi di negerinya.

“Dinda, waktunya sudah tiba” ucapnya kepada Ratu sambil menyodorkan sebuah buku usang penuh debu yang disimpannya dari mahaguru di alam Gaib.

“Waktu apa Kakanda?”

“Kita akan binasa, seperti di ramalan ini!”

“Apa? Bagaimana bisa terjadi?”

“Setiap masa jabatan seorang Raja, sudah tertulis pada di catatan Sangyangwidi, ini sudah suratan takdir!”

“Apakah benar begitu?”

“Iya Dinda, sebelum nyawa kita direnggut, Mahaguru sudah punya cara agar kerajaan ini tetap selamat” Raja menggenggam tangan ratunya, dan melesat menjuju tempat rahasia kerajaan.

“Ini Dinda, serahkan sendal ini ke Putra kita, dia yang akan menyelamatkan kerajaan ini dengan memulai ritual sendal kebaikan”



Memang demikian yang terjadi di kerajaan Antah Barantah, negeri ini sudah pasti terjadi pergantian masa jabatan, hanya saja cara pergantiannya berbeda-beda. Kebaikan dan kebijaksan dari sang Rajalah yang menentukan caranya. Akibat kebaikan, tidak ada alasan tumbangnya sang Raja dan digantikan dengan Raja baru. Sehingga serangkaian kejahatan menyerang tiba-tiba dan mengakibatkan tewasnya sang Raja.

Akan tetapi, untungnya sandal jepit itu sudah pindah tangan ke anak tunggalnya itu. Putra Ratu membawanya ke ketiga temannya, Siti, Yanih, serta Sari.

Malam yang begitu mencekam, suara dentuman serta gemuruh masih terus terdengar. Raksaksa itu menuju ke kerajaan, dan malam yang naas benar-benar terjadi, Raja dan Ratu telah tewas. Putra Ratu lari terbirit-birit dengan hati yang terluka.

Berbeda dengan yang sedang dirasakan oleh Siti, ia ketakutan, bagaimana keadaan Yanih, Sari dan juga Putra Ratu. Apa mereka berhasil ditemukan oleh Raksaksa dan telah mati? Pertanyaan-pertanyaan itu memberondong pikirannya.

Siti kembali tersadar dari lamunan, ia terpikirkan akan nasib Putra Ratu yang kini sudah lama meninggalkannya. Putra Ratu telah menjadi laki-laki yang gagah mungkin, sebagai Raja pengganti ayahnya. Tapi bagaimana sekarang?

Memang benar, dirinya sudah terlepas oleh ancaman raksaksa yang sempat berada di depan matanya. Tapi kini Raksaksa itu lenyap, mungkin telah berada di kerajaan, lalu bagaimana nasib Putra Ratu?

Siti yang sedari tadi memegang ilalang dengan kuatnya, tubuh tergetar hebat, tiba-tiba ketakutannya buyar. Muncullah sesosok kucing berwarna hitam pekat itu. Ia tatapi lekat-lekat, ternyata Kucing itu adalah Dhe Pinto. Hati Siti begitu bahagia.

“Wah…. Benerkan ini Dhe Pinto?” reflek Siti, bertanya sambil memeluk erat.

Dhe Pinto, seekor kucing, tidak bisa menjawab pertanyaan Siti. Namun ia member isyarat dengan ekornya yang digerak-gerakkan, dan mengelus-elus tangan Siti. Lalu berlari cepat, dan berhenti, seakan member kode, bahwa Siti harus mengikuti langkahnya.

Dhe Pinto ini, sosok Kucing yang selalu dirawat oleh Putra Ratu sejak masih kecil. Usia Dhe Pinto, sudah 15 tahun, ketika masih bayi, Dhe Pinto satu-satunya hewan yang menjadi saksi akan kejadian Rituan Sendal Kebaikan.

Ritual itu, pada masa silam, yang telah menyelamatkan kerajaan dari kehancuran, ternyata menjadi satu-satunya solusi untuk menyelamatkan kerajaan pada kejadian sekarang ini. Dengan ini, Dhe Pinto pun mengajak Siti menuju ke Putra Ratu yang bersembunyi di Goa dekat dengan tempat ritual di masa silam.

Dalam kisahnya, Sari, Siti, Yanih, Putra Ratu dan Dhe Pinto yang menjadi saksi dan yang menjalankan ritual pada masa itu, harus berkumpul kembali, dan melangsungkan acara Ritual Sendal Kebaikan kembali. 

Jika mereka berlima ada yang tidak hadir, maka Putra Ratu yang kini sudah 15 tahun menggantikan ayahnya menjadi Raja, harus mati secara tiba-tiba. Sendal itu lah yang akan membunuhnya. Siti sudah berhasil menemukan Goa itu, kini tinggal nasib dua sahabatnya, Sari dan Yanih.

Raksaksa tidak berhasil menemukan sosok Putra Ratu di  kerajaan, Sari dan Yanih berada dalam keadaan terancam. Tapi tiba-tiba saja, dari semak-semak dekat dengan Goa, terdengar berisik. Ternyata ada Yanih dan Sari yang bersembunyi di belakangnya, mereka berdua menunggu kehadiran Siti dan Putra Ratu lebih dulu, tetapi Putra Ratu sudah berada di dalam Goa.

Gedung Kerajaan benar-benar hancur, Raksaksa marah karena tidak berhasil menemukan Putra Ratu. Meski rusak berkeping-keping, yang terpenting adalah Raksaksa itu bisa terusir dari negeri ini.

Semua anggota pelaku ritual sudah hadir, kini saatnya melancarkan ritual yang harus segera dilaksanakan dengan cepat. Di bawah pohon rindang, sandal-sendal itu harus dipakai oleh semua anggota ritual, sembari mengucapkan kata-kata positif, di mana kata tersebut bisa membuat semua kejahatan yang terjadi di negeri itu bisa lenyap.

Tidak hanya itu, bagi yang melaksanakan ritual, harus berjaga semalaman, tidak boleh sampai ada yang tertidur. Siasat yang dilakukan agar tidak bisa memejamkan mata, merek berlima sudah membawa Kopi untuk diminum ketika rasa ngantuk tiba-tiba menyerang.

“Siti, yuk pakai sendalnya!” Putra Ratu meminta, setelah dirinya yang memulai memakai sandal itu.

“Sari, nih ganti kamu!” dengan tangan yang sigap, Sari memberikan Sendal itu.

“Yanih, yuk pakai juga!” 

“Oke deh, nih udah, tingga Dhe Pinto aja nih!”

“Nah, semuanya udah ya!” Kata Putra Ratu lirih.

Suara gemuruh terdengar seperti sedang mendekat, Raksaksa itu datang menuju tempat ritual. Mereka berlima melihat ke pohon yang begitu rindang.

“Hanya di atas pohon, satu-satunya tempat yang aman bagi kita menyelamatkan diri.” Kata Putra Ratu, yang segera meminta 3 temannya segera naik. Sedangkan Dhe Pinto digendongnya, dan segera melesat naik.

“Kita sudah aman!” Siti berkata lirih, namun pandangannya masih kentara ketakutan.

Sendal itu, tentu menyatukan kelima sahabat yang sudah lama memendam rasa kangen. Di situasi genting seperti ini, mereka berlima tetap merasa sangat bahagia. Raksaksa itu memperlihatkan amarah yang membara, goa yang dekat dengan tempat ritual itu, hancur lebur.

Apalagi melihati, ada bunga-bunga yang berserakan di bawah pohon rindang tempat ritual. Amarah yang membuncah, langung memburu pelaku ritual, mata jahat dengan diameter lingkaran yang begitu besar, tidak berhasil menemukan sesosokpun di hadapannya.

Raksaksa mengira, sudah pasti 4 sahabat sejatih telah usai melaksanakan ritual dan bersembunyi di Goa. Kaki-kaki Raksaksa dengan bengis, menginjak-injak Goa hingga tak tersisa. Tanpa sibuk mencari penghuni Goa, setelah hancur-lebur para raksaksa itu menunggu hari yang kini masih petang.

Sedangkan kondisi di atas sana, di pohon rindang, mata kantuk mulai menyerang. Senjata Kopi yang sedari tadi berada di saku, segera dikeluarkan. Tanpa sepengetahuan teman-teman, ternyata Sari membawa Cilok yang sempat ia goreng di rumah, sebelum Raksaksa menyerang. Karena terkaget gemuruh yang tiba-tiba hadir, Cilok itu pun masuk dalam sakunya. Cilok itu kini ia gunakan untuk makan-makan bersama 4 sahabatnya. Kantuk itu pun pergi. Setelah menunggu lama, akhirnya matahari pun mulai terbit, dan Raksaksa itu lenyap tiba-tiba.

 


Rumah Pena Nurcha (Nur Chafshoh)
Rumah Pena Nurcha (Nur Chafshoh) Hai guys, saya Nur Chafshoh, seorang blogger pemula yang haus ilmu. BTW Saya udah emak-emak yang sedang ingin melampiaskan hobi nulis, apalagi sekarang tentang niche Sejarah nih tentunya nanti pasti ngarahnya pendidikan. Jika ingin mengerti tentang detailku untuk kerjasama langsung inbox di email yang ada. Atau cukup tinggalkan komentar, terimakasih atas perhatiannya.

Posting Komentar untuk " Sendal Jepit Penyelamat Negeri Antah Barantah"