Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jangan Bolos Sekolah, Ini Karmanya!

 


Mentari memang mulai terik, tetapi diriku hanya merasakan senang karena bisa menikmati buah manis langsung dari pohonnya. Memanjat pohon yang tidak terlalu tinggi, dengan rintangan di bawah pohon adalah air comberan orang-orang. Karena posisi pohon itu ada di belakang rumah orang, jadi sudah biasa, ada aliran air dari kamar mandi, bahkan berak pun ada. 

Untuk memanjat, tidaklah sulit. Pasalnya, pohon itu tumbuh dalam keadaan posisi miring. Sehingga saat memanjat, tidak dari bagian air comberan, melainkan tanah biasa. Sembari menikmati buah yang kumakan, semilir angin yang sepoi menerpa rambut poniku. Rasanya begitu mantap, meski sendirian, kayak ada di syurga, hingga bau air comberan pun tidak kucium.

Namun naas, kejadian yang mengesalkan menerpaku waktu itu. Hatiku berdegup kencang, saat ranting-ranting yang kupanjat mulai mengalun ke bawah. Dengan sigapnya tangan ini, mengambil ranting yang lebih kuat. Tetap saja tidak bisa, ranting tersebut masih mengendur, dan membuat tubuhku jatuh ke air comberan.

Nasib sial memang sedang menerjangku kali ini. Hari mulai terik, mentari menyengat ubun-ubunku. Pohon ini seakan mengerti tentang kelakuan nakalku. Sebuah pohon yang bakal menjadi kenangan hingga kelak aku dewasa.

Daun yang tipis, berwarna hijau, dan buahnya yang manis, menjadi favorit kaum anak-anak, termasuk diriku. Ia akan lebih kerasa manisnya, saat warna merah merekah membumbui buah bulat ini. Pohonnya, kalau sudah jadi besar, lumayan tinggi. Banyak sekali ditemukan di warung kopi, pohon apakah itu?

Meski kecil, tapi manis, em.. nyam-nyam. Namun sayang seribu kali sayang, hari ini, kejadian yang tidak pernah kuinginkan sedang menguji kesabaranku, tepatnya lagi, hukuman sebelum diriku dihukum saat pulang.

“Haduh, bagaimana ini, apa yang harus kukatakan pada ibu, hi… baunya minta ampun!”

Segera diriku bergegas, berjalan mengendap, berusaha mencari jalan sunyi. Menuju rumah yang tidak begitu jauh, jika dihitung jari, mungkin ada sekitar 7 rumah yang harus kulalui. Meski begitu, jika ada satu orang saja yang melihatku, mungkin mataku tidak akan sanggup aku buka, dan berlari sekencang-kencangnya.

Dengan kecepatan jalan yang tidak normal, aku berusaha berjalan dengan santai seperti tidak terjadi apa-apa. Dengan mata yang awas, memandangi sekeliling tanpa menoleh, cara itu ternyata berhasil mengantarkanku menuju rumah.

Kupilih jalan belakang, karena dengan lewat belakang, mungkin tidak ada ibu di sana. Kalau bapak, tentu sedang bekerja. Serta saudara yang sedang menjalankan aktivitas seperti biasanya, yaitu sekolah.

 Tadi kudapati ibu sedang mengucapkan salam sambil mengatakan bahwa ia akan berbelanja. Di sela waktu tersebut, aku yang sedang terbaring di kamar, dengan obat-obatan di sampingku, dan telah mengirimkan surat untuk izin tidak bersekolah, ternyata memutuskan untuk pergi keluar rumah.

Rasa jenuh dan suntuk menerjangku waktu itu, tetapi apa yang aku lakukan, telah melanggar norma kejujuran. Bilangnya sakit, malah keluar untuk sekadar bermain. Penyesalan memang harusnya ada di setiap ending peristiwa, seperti hari itu.

Segera tubuhku yang kumal dan penuh dengan air comberan, lekas kucuci dan berganti pakaian bersih. Lalu menidurkan tubuhku di tempat sedia kala, saat tubuhku ringkih dan menggigil tadi pagi. Meski tidak ada yang tahu kejadian di hari tersebut, tentu ini akan menjadi pelajaran berharga bagi aku pribadi dan orang lain yang membaca kisah ini. Kenakalan anak yang konyol seperti ini, lebih baik terjadi, daripada nanti dewasa ia nakal. 

Tapi jangan ditiru ya, itu hanya pembenaran diriku saja. Wkwkwkwk.. jika ada anak nakal seperti ini, orangtua harus meluruskan saat mengetahui kejadian tersebut, peristiwa yang ini hanya keberuntunganku saja, dihukum Allah lewat alam, bukan orangtua. 

Coba bayangkan, kalau saja ada tetangga yang memergokiku, ini bakalan jadi tema yang enak untuk dibicarakan, kalau saja orangtua mengerti dengan mata kepalanya sendiri? Apa yang mereka lakukan?

Eh pertanyaanku di atas, ada yang tahu nggak? Pohon apakah itu? Meski aku cewek, dulu suka manjat pohon loh, pohon mangga yang tinggi banget di depan rumah aja, aku bisa sampai paling atas. Tapi sekarang nggak berani, wkwkwk.

Rumah Pena Nurcha (Nur Chafshoh)
Rumah Pena Nurcha (Nur Chafshoh) Hai guys, saya Nur Chafshoh, seorang blogger pemula yang haus ilmu. BTW Saya udah emak-emak yang sedang ingin melampiaskan hobi nulis, apalagi sekarang tentang niche Sejarah nih tentunya nanti pasti ngarahnya pendidikan. Jika ingin mengerti tentang detailku untuk kerjasama langsung inbox di email yang ada. Atau cukup tinggalkan komentar, terimakasih atas perhatiannya.

Posting Komentar untuk "Jangan Bolos Sekolah, Ini Karmanya!"